Sukses

Keberadaan Makam Mbah Priok Kembali Dipersoalkan

Beberapa opsi penyelesaian kasus makam Mbah Priok. Pertama, makam tetap di sana sebagaimana yang diharapkan peziarah. Kedua, Luas tanah yang digunakan dikurangi. Ketiga, pindah ke tempat baru.

Liputan6.com, Jakarta: Makam Mbah Priok di Jakarta Utara terus dikunjungi peziarah. Hal ini mengundang Majelis Ulama Indonesia mengeluarkan pernyataan bahwa pengultusan terhadap seseorang tidak disarankan. Belum lagi berbagai ritual dan ketentuan yang harus dilakukan oleh peziarah saat berada di makam Mbah Priok.

"Terlebih ada berbagai kesaksian sebetulnya telah ada upaya pemindahan makam ke Semper, kendati juga hal ini dibantah sebagian ahli waris," kata Tommy Christomy, tim pengkaji kasus makam eks TPU Dobo dalam seminar Membongkar Mitos dan Tradisi Ziarah Makam Mbah Priok yang digelar Program Studi Arab Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia di Depok, Jawa Barat, Kamis (7/4).

Menurut Tommy, ada beberapa opsi yang dapat dijadikan alternatif penyelesaian kasus makam Mbah Priok. Pertama, makam tetap di sana sebagaimana yang diharapkan peziarah. Kedua, tetap di tempat semula tapi luas tanah yang digunakan tak seluas semula. Ketiga, pindah tempat. "Atau pindah ke tempat baru tapi tempat lama tetap dipelihara meski tak seluas semula," tambah Tommy.

Pembicara lain dalam seminar, pengamat sosial politik Bachtiar Effendy mengungkapkan, berziarah ke makam yang bukan angggota keluarga biasanya memiliki dimensi kepentingan yang berbeda. Mereka yang berkunjung biasanya disertai niat mencari keberkahan. Mereka juga mengucapkan zikir, melafalkan tahlil, membacakan bagian-bagian Alquran serta mengucapkan doa adalah benar adanya.

Namun hal-hal itu pada umumnya juga disertai dengan membersitkan keinginan atau niatan untuk memperoleh berkah atau keberuntungan dari Allah melalui perantaraan (wasilah) penghuni makam. Baik yang berkaitan dengan kesehatan badan, ketenteraman batin, ketenangan hati, kemuliaan hidup, peningkatan kualitas keagamaan, kemakmuran, kesejahteraan, bahkan kekuasaan dan kedudukan.

Bachtiar menambahkan, terlepas dari kuatnya pendapat semacam itu, sampai sekarang sulit ditemukan penjelasan memadai untuk menerangkan secara konkrit keterkaitan kekuasaan dengan ziarah kubur. Di samping itu, pelaku politik atau pemegang kekuasaan lebih percaya diri jika dikatakan kekuasaan yang mereka peroleh bersumber dari hal-hal yang bersifat tangible seperti pemilu.(JUM)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

    Video Terkini