Sukses

Kejagung: Kasus Depo Balaraja Belum P-21

Jaksa Agung Muda Pidana Umum (Jampidum) Kejaksaan Agung Hamzah Tadja, Jumat (1/7), menepis pernyataan bahwa kasus dugaan pemalsuan sertifikat tanah seluas hampir 20 hektare atas Proyek Depo BBM Pertamina di Balaraja sudah dikatakan lengkap atau P-21.

Liputan6.com, Jakarta: Jaksa Agung Muda Pidana Umum (Jampidum) Kejaksaan Agung Hamzah Tadja, Jumat (1/7), menepis pernyataan bahwa kasus dugaan pemalsuan  sertifikat tanah seluas hampir 20 hektare atas Proyek Depo BBM Pertamina di Balaraja sudah dikatakan lengkap atau P-21.

Sebelumnya anggota DPR Komisi III Bambang Soesatyo menyatakan bahwa pihaknya mendapat informasi bahwa berkas kasus penipuan dan penggelapan sertifikat di Pidum (Pidana Umum) dinyatakan lengkap P21 alias siap dilimpahkan ke pengadilan.

Hamzah menekankan itu tidak benar jika dikatakan P-21. Ia menyebutkan kemungkinan masih P-18 (bekas hasil penyelidikan belum lengkap) atau kemungkinan masih P-19 (Pengembalian Berkas Perkara untuk Dilengkapi). Namun pihaknya telah menetapkan dua orang tersangka atas kasus pemalsuan sertifikat tersebut.
 
Sementara itu Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Noor Rachmad, mengatakan dua orang tersangka kasus dugaan pemalsuan dokumen sertifikat yakni komisaris PT Pandan Wangi Sekartaji (PWS) Stefanus Ginting dan Direktur PT PWS Made Suryadana.

Keduanya dijerat Pasal 372 tentang penipuan dan Pasal 378 tentang penggelapan. Namun Noor masih mengecek lebih dulu berkas sudah P18 atau P-19. "Nanti saya cek dulu pak, biar pasti (berkas perkara). Kalau sudah P-21 itu tidak bener," kata Noor Rachmad saat mendampingi Jampidum.

Seperti diberitakan kasus dugaan pemalsuan sertifikat ini sebelumnya dilaporkan oleh pengusaha Edward Soeryadjaya ke Mabes Polri. Terlapor dalam kasus ini  yaitu pemilik PT Pandan Wangi Sekartaji (PT PWS) Sandiaga Salahuddin Uno selaku mitra pelaksana proyek pada 1996 tersebut.

PT PWS diduga menggunakan sertifikat palsu HGB 032 untuk memperoleh ganti rugi Pertamina senilai US$12,8 juta. Namun pada tahap pertama Pertamina baru membayar 6,4 juta dolar AS.

Sewaktu hendak mencairkan ganti rugi tahap kedua, barulah ketahuan bahwa PWS tidak memiliki sertifikat asli atas tanah proyek itu. Yang ada pada PWS adalah sertifikat HGB No. 032, bukan 031. PWS berdalih sertifikat 031 hilang.

Edward Soeryadjaya, yang memegang sertifikat 031, protes dan mengajukan gugatan. Pertamina kemudian menunda pembayaran ganti rugi tahap kedua. Sejak itulah kasus ini mencuat ke ranah hukum. Kejaksaan Agung pun mulai menelisik dugaan kerugian negara sekitar 12,8 juta dolar AS tersebut. (YUS)


   

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

    Video Terkini