Sukses

Kasus Kekerasan Masih Warnai Tubuh Polri

Berdasarkan catatan Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) sepanjang 2010 hingga Juni 2011, telah terjadi 85 peristiwa kasus kekerasan yang dilakukan oleh anggota Polri terhadap masyarakat sipil.

Liputan6.com, Jakarta: Berdasarkan catatan Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) sepanjang 2010 hingga Juni 2011, telah terjadi 85 peristiwa kasus kekerasan yang dilakukan oleh anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) terhadap masyarakat sipil. Dari jumlah tersebut sebanyak 373 orang yang mengalami korban kekerasan.

Menurut Direktur Eksekutif Kontras Haris Azhar, jumlah tersebut diyakini masih lebih banyak lagi. Sebab, pemantuan tidak dilakukan secara massif dan intensif. "Pelanggaran HAM (Hak Asasi Manusia) masih dilakukan anggota Polri dengan cara melakukan penyiksaan dan penangkapan sewenang-wenang terhadap masyarakat sipil, khususnya dalam penanganan konflik tanah, yakni dengan cara penggunaan kekuatan berlebihan dalam upaya pemberantasan terorisme dan kriminalisasi terhadap masyarakat," ujar Hariz dalam jumpa pers di Kantor Kontras, Jakarta Pusat, Rabu (29/6).

Bahkan, imbuh Haris, sampai saat ini dalam beberapa kasus masih terlihat adanya rekayasa kasus bahkan pembiaran terhadap pertemuan-pertemuan sebagai ekspresi dari kebebasan berpendapat. "Contoh nyata dari kekerasan yang dilakukan aparat Polri adalah tindak kekerasan yang dilakukan oleh Densus 88 (Detasemen Khusus 88 Antiteror) dalam upaya menangani pemberantasan terorisme. Serta, minimnya tindakan penegakan hukum atau pembiaran terhadap tindakan kekerasan oleh kelompok kekerasan (vigilante) dalam merespons kebebasan beragama dan berkeyakinan," paparnya.

Sepanjang 2010 hingga Juni 2011, Kontras menemukan banyak pendekatan senjata api yang dilakukan Densus 88 dalam menangani kasus. Setidaknya dari 13 operasi antiterorisme, sebanyak 30 orang tewas tertembak, sembilan orang luka tembak dan 30 orang merupakan korban penangkapan sewenang-wenang yang akhirnya dibebaskan karena tak terbukti terlibat dalam aksi teror yang disangkakan.

Lebih jauh Haris memapaparkan, terkait pembiaran polisi terhadap kasus-kasus yang berhubungan dengan kelompok-kelompok agama juga marak terjadi. Dalam periode yang sama, Kontras mencatat 36 peristiwa kekerasan yang dilakukan oleh kelompok kekerasan di wilayah Indonesia. "Dari keseluruhan peristiwa tersebut aparat Polri berada di lokasi, namun tidak melakukan tindakan hukum yang tegas," ungkapnya.

Bahkan dalam kasus pembiaran tersebut, masih menurut Haris, aparat Polri justru "mengamankan" kelompok agama (keyakinan) minoritas dengan melarikan mereka dari tempat peristiwa. Menurut dia, pembiaran juga terjadi pada beberapa indikasi kejahatan yang sebenarnya sudah muncul di kalangan masyarakat dalam konteks penyebaran kebencian di tempat-tempat ibadah atau wilayah publik lainya.

"Aparat polisi malah gamang, malah memilih untu membiarkan penyebaran tersebut terjadi di masyarakat. Jika hal ini dibiarkan, bibit-bibit radikalisme akan semakin menguat," imbuh Haris.(ARE/ANS)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.