Sukses

Keluarga Ruyati Tuding Pemerintah Lamban

Kabar Ruyati binti Saboti Saruna dipancung karena terlibat kasus pembunuhan sontak menggegerkan keluarga besarnya. Mereka menuding pemerintah lamban melindungi warganya.

Liputan6.com, Bekasi: Kabar Ruyati binti Saboti Saruna, TKI asal Cikarang, Bekasi, Jawa Barat, yang dihukum mati dengan cara dipancung karena terlibat kasus pembunuhan sontak menggegerkan keluarga besarnya. Mereka menuding pemerintah lamban melindungi warganya. 
 
Saat ditemui tim Liputan 6 SCTV, Sabtu (19/6), ketiga anak Ruyati larut dalam kesedihan. Mereka juga kembali mempertanyakan perlindungan negara terhadap penanganan kasus hukum hingga eksekusi hukuman pancung ibunya. Terlebih, menurut mereka, ibunya kerap mengalami penyiksaan dari sang majikan.
 
"Melalui saluran telepon, ibu bilang kalo majikannya itu biadab. Bahkan, ibu juga pernah pernah patah kaki karena didorong dari lantai dua," Ujar Een Nareni, anak Ruhayati.
 
Sementara Direktur Eksekutif Migrant Care Anis Hidayah berpendapat pemerintah teledor menjaga warganya terkait hukuman pancung terhadap Ruyati. Ia menambahkan, kejadian ini sekali lagi membuktikan lemahnya diplomasi dan kekuatan RI di mata negara asing [baca: Migrant Care: Pemerintah Teledor Lindungi Warga].
 
Padahal, Anis menambahkan, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam sidang ke 100 Organisasi Buruh Sedunia (ILO) di Genewa, Swiss, beberapa waktu lalu, menegaskan institusi dan regulasi pengiriman hingga perlindungan TKI sudah sesuai prosedur.
 
Sementara Kepala Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) Moh Jumhur Hidayat membenarkan pernyataan Kementerian Dalam Negeri Arab Saudi, yang menyatakan Ruyati dihukum pancung di Provinsi Mekkah bagian barat karena terbukti bersalah telah membunuh istri majikannya, Khoiriyah Omar Moh Omar Hilwani [baca: Kepala BNP2TKI: Ruyati Membunuh Istri Majikan].
 
Tercatat, 27 orang dieksekusi pancung dalam sejumlah kasus di Arab Saudi selama 2011. Pihak Amnesti Internasional yang berbasis di London pun memprotes penerapan hukuman mati negeri kaya minyak tersebut.(ADI/ADO)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

    Video Terkini