Sukses

KPK Tak Percaya Pengakuan Fahmi Idris?

Mantan Menakertrans Fahmi Idris kecewa KPK menanggapi dingin informasi yang disampaikan soal keberadaan Nunun Nurbaeti. Namun begitu, Fahmi yakin KPK punya caranya sendiri untuk menyelesaikan kasus Nunun.

Liputan6.com, Jakarta: Mantan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Fahmi Idris kecewa. Sebab, segala informasi yang disampaikannya soal keberadaan dan kondisi Nunun Nurbaeti ditanggapi dingin oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Menurut Fahmi, kalau KPK serius memproses kasus Nunun, harusnya KPK bersedia menerima dan menindaklanjuti informasi yang disampaikannya.

"KPK tidak minat atas informasi saya, kalau dia (KPK) berminat paling kurang dia akan telepon saya. Kalau pun dia berminat dengan laporan saya ada pekerjaan berat yang harus dia lakukan yang saya serahkan, paling tidak mereka harus ke rumah sakit itu. Barangakali mereka juga tidak percaya informasi saya," ungkap Fahmi saat ditemui Jakarta, Kamis (16/6).

Menurut Fahmi, KPK sudah tahu hal-hal yang harus dilakukan dalam menangani kasus Nunun. Karena itu, dia tidak akan memaksa KPK menindaklanjuti informasi telah disampaikan soal Nunun. "KPK sudah tahu apa yang harus dilakukan, masa mau ngajarin itik berenang," ujarnya.

Namun demikian, Fahmi mengaku hanya bertujuan agar kasus Nunun dapat diproses sesuai dengan fakta yang ada. "Kenapa saya dorong KPK, agar kasus suap-menyuap ini terbongkar, pemberi suap ini diadili. Jika sengaja dia mengelak. Ada apa?" tanyanya.

Menurut Fahmi, KPK adalah lembaga superbodi. Dia bisa memproses hukum secara penuh mulai dari penyelidikan, penyidikan, hingga penuntutan. Karena itu, sebaiknya KPK melihat kasus Nunun sebagai kasus suap, bukan sebagai kasus gratifikasi. "Saya dorong KPK agar kasus ini tidak hanya gratifikasi doang, karena kalau terjadi yang menerima suap sudah ada, pemberi belum ada, tahu tidak nanti, amar putusan selesai pada gratifikasi. Penyuap tidak perlu hadir, yang menerima suap hukumannya juga akan ringan-ringan saja," jelasnya.

Kalau kasus Nunun dilihat sebagai gratifikasi, tambah Fahmi, alhasil KPK tidak usah susah-susah mencari penyuap. Menurutnya, itulah yang terjadi selama ini. "Bisa sengaja mengelak dari proses serius untuk menghadirkan Nunun. Ada apa KPK bilang kita menuntut dengan pasal 5 dan 11, tapi dalam amar putusan hakim itu bukan pasal itu, tapi pasal gratifikasi itu, kejadian dalam fakta," pungkasnya.

Intinya, imbuh Fahmi, ini semua tergantung KPK. Karena, dialah lembaga superbodi yang sudah pasti mampu menyelesaikan proses hukum Nunun.(BJK/ULF)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.