Sukses

Waspada, Jaringan Teroris Gunakan Teknik Cuci Otak

Ahli hipnoterapi Mardigu Wowiek Prasantyo mengatakan cuci otak yang diduga dilakukan kelompok Negara Islam Indonesia (NII) menggunakan teknik budaya Barat dengan menggunakan kekuatan pikiran dan kata-kata.

Liputan6.com, Jakarta: Ahli hipnoterapi Mardigu Wowiek Prasantyo mengatakan, cuci otak yang diduga dilakukan kelompok Negara Islam Indonesia (NII) menggunakan teknik budaya Barat dibandingkan Timur. Umumnya, mereka menggunakan kekuatan pikiran dan kata-kata.

Saat berkunjung ke SCTV Tower, Senayan, Jakarta, belum lama ini, Mardigu menjelaskan biasanya pelaku yang akan mencuci otak korbannya ke lokasi tertentu. Mereka mencoba membuat korban merasa terpesona (fascinate) dengan ucapannya, misalnya menemukan surga idaman.

Mardigu yang juga Master Clinical Hipnoterapis lulusan San Fransisco State University pada 1991 silam, mengingatkan cuci otak tersebut menjadi kunci masuk bagi sang pelaku hipnotis merambah alam bawah sadar korban. Pelaku pun dengan mudah memasukkan beberapa doktrinnya secara bertahap. Dengan demikian, korban bersedia melakukan apa pun yang diinginkannya, termasuk mengubah kepribadiannya.

Kasus cuci otak itu pernah dialami mantan teroris Umar Abduh. Meski demikian, ia menuding pemerintah-lah yang harus bertanggung jawab terjadinya aksi teror. Sebab, menurut pengalamannya, ia pernah didoktrin melakukan makar oleh sejumlah orang yang merupakan anggota militer, meskipun desersi kala itu.

Perlengkapan senjata, amunisi hingga bom pun sudah disediakan. Alhasil, imbuh Mardigu, orang yang terkena doktrin itu pun dengan mudah melakukan aksi terornya. Ini bisa dibuktikan jika pemerintah mau menyelidiki keterkaitan sejumlah tersangka dengan orang-orang yang pernah mengikuti pendidikan operasi intelijen di Pusat Lembaga Pendidikan dan Latihan (Puslemdiklat) Intelijen.

"Hentikan, tidak sopan membungkam kritik rakyat dengan teror bom. Kasihan, rakyat yang jadi korban," ujar Umar.

Umar yang pernah dipenjara 11 tahun karena kasus terorisme juga mengingatkan, korban cuci otak sulit untuk disembuhkan. Kecuali, menurut pengalamannya, keinginan untuk bertobat sadar yang besar dari diri sendiri. Umar pun menyayangkan jika keluarga sebagai benteng terakhir harus turun menanggulangi terorisme. Ia juga berpesan agar pemerintah, aparat TNI/Polri baik aktif maupun nonaktif harus bersatu guna membasmi pelaku terorisme dengan mudah.(ADI/ANS)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

    Video Terkini