Sukses

ICW Tolak Revisi UU Tipikor

Indonesia Corruption Watch (ICW) menolak revisi Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) yang disiapkan pemerintah karena berpotensi melemahkan upaya luar biasa dalam pemberantasan korupsi.

Liputan6.com, Jakarta: Indonesia Corruption Watch (ICW) menolak revisi Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) yang disiapkan pemerintah karena berpotensi melemahkan upaya luar biasa dalam pemberantasan korupsi.

"Ada sembilan kelemahan mendasar dan prinsip dalam RUU Tipikor yang diajukan pemerintah," kata Peneliti Hukum ICW, Donal Fariz, dalam siaran persnya Ahad (27/3).

Ia mengemukakan sembilan kelemahan itu adalah menghilangkan ancaman hukuman mati yang sebelumnya diatur dalam Pasal 2 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 yang diubah menjadi UU Nomor 20/2001 tentang Pemberantasan Tipikor.
 
Kedua, penghilangan pasal yang dapat membuat kasus-kasus besar seperti Bank Century sulit diproses dengan UU Tipikor.
 
Ketiga, hilangnya ancaman hukuman minimal di sejumlah pasal. Padahal ketentuan tentang ancaman hukuman minimal ini adalah salah satu ciri dari sifat extraordinary (luar biasa) korupsi di Indonesia.

"Kami menemukan tujuh pasal di RUU Tipikor yang baru tidak mencantumkan ancaman hukuman minimal, seperti penggelapan dana bencana alam, pengadaan barang dan jasa tanpa tender, konflik kepentingan, pemberi gratifikasi, dan pelaporan yang tidak benar tentang harta kekayaan," kata Fariz.

Keempat, adanya penurunan ancaman hukuman minimal menjadi hanya satu tahun. "Hal ini dikhawatirkan dapat menjadi pintu masuk untuk memberikan hukuman percobaan bagi koruptor," katanya.

Kelima, melemahnya sanksi terhadap mafia hukum seperti suap untuk aparat penegak hukum. Dalam UU 31/1999 jo UU 20/2001 suap untuk penegak hukum seperti hakim dapat diancam hukuman minimal empat tahun dan maksimal 20 tahun. Sedangkan di RUU Tipikor ancaman minimal hanya satu tahun dan maksimal tujuh tahun.

Keenam, ditemukan pasal yang potensial mengkriminalisasi pelapor kasus korupsi, sedangkan ketujuh korupsi dengan kerugian negara dibawah Rp25 juta bisa dilepas dari penuntutan hukum.

Kelemahan kedelapan, kewenangan penuntutan KPK tidak disebutkan secara jelas dalam RUU. Padahal dalam pasal sebelumnya posisi KPK sebagai penyidik korupsi disebutkan secara tegas.

"Hal ini harus dicermati agar jangan sampai menjadi celah untuk membonsai kewenangan penuntutan KPK," kata Fariz.
 
Kelemahan terakhir, ICW tidak menemukan RUU Tipikor yang mengatur tentang pidana tambahan, seperti pembayaran uang pengganti kerugian negara, perampasan barang yang digunakan dan hasil untuk korupsi, dan penutupan perusahaan yang terkait korupsi.

Oleh karena itu, ICW meminta pemerintah lebih fokus menuntaskan berbagai persoalan hukum dan korupsi yang penanganannya masih berlarut-larut hingga saat ini, seperti kasus Gayus Tambunan, rekening gendut, dan skandal Bank Century.(ANT/MEL)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

    Video Terkini