Sukses

Perekonomian Indonesia Tidak Pro Rakyat

Meski Undang-Undang Dasar 1945 mengamanatkan negara Republik Indonesia Mengedepankan sistem perekonomian Indonesia yang berwatak sosial untuk kesejahteraan seluruh rakyat, tetapi kini praktiknya yang berkembang adalah sistem ekonomi sangat liberalis dan terlampu pro pasar, atau bahkan berpaham neo liberalisme (neolib).

Liputan6.com, Jakarta: Meski Undang-Undang Dasar 1945 mengamanatkan negara Republik Indonesia Mengedepankan sistem perekonomian Indonesia yang berwatak sosial untuk kesejahteraan seluruh rakyat, tetapi kini praktiknya yang berkembang adalah sistem ekonomi sangat liberalis dan terlampu pro pasar, atau bahkan berpaham neo liberalisme (neolib).

Kondisi tersebut jelas meninggalkan semangat dan agenda perekonomian nasional berbasis kesejahteraan rakyat. Demikian disampaikan Ketua Dewan Direktur Sabang Merauke Circle (SMC), Syahganda Nainggolan, dalam acara bedah buku "Konstitusi Ekonomi" karya Prof Dr Jimly As-Shiddiqie, di Hotel Borobudur, Jakarta, Rabu (18/8). Karenanya, ia meminta kepada masyarakat luas maupun elit politik di tanah air, agar memberikan kontrol yang kuat terhadap kecenderungan berkembangnya sistem ekonomi yang semakin liberal itu, dan mengembalikan arah perekonomian nasional pada agenda kerakyatan.

Syahganda menunjuk contoh Rancangan APBN 2011, yang disampaikan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, di hadapan Sidang Paripurna DPR dan DPD, Senin (16/8) lalu. Dikatakan, RAPBN yang akan membelanjakan anggaran sebesar Rp 1.202 trilyun itu, hanya ditopang  penerimaan dan hibah sebesar Rp 1.086,4 trilyun, atau defisit Rp 11.5,7 trilyun.

"Ini RAPBN yang jelas-jelas tidak pro kesejahteraan rakyat karena besarnya pos pembayaran utang sebesar Rp Rp 115,7 trilyun hampir seimbang dengan pos belanja modal sebesar Rp 121,7 trilyun," ujarnya. mantan Direktur CIDES ini juga menyoroti rencana pemerintah mengurangi subsidi dari Rp 55,1 trilyun menjadi Rp 41 trilyun, dengan kemungkinan terbesar memberikan beban kenaikan Tarif Dasar Listrik (TDL) mulai awal 2011.

menurutnya, saat ini saja hidup rakyat sudah megap-megap akibat kenaikan listrik pada Juli 2010. Jika listrik kembali naik maka rakyat akan semakin tercekik.  Bedah buku karya Prof DR Jimly As-Shiddiqie itu dibarengi dialog para pakar dengan tema, "Konstitusi dan Arah Perkembangan Ekonomi Indonesia" menghadirkan menghadirkan Prof DR Widjojono Partowidagdo, Prof DR Dadan Umar, DR Aviliani, DR Prasetyantoko, dan DR Fuad Bawazier. (ARI)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

    Video Terkini