Sukses

Air Nira Menjadi Tumpuan Warga Sidodadi

Ketika sawah sudah tak memberi harapan lagi, warga Dusun Sidodadi, Cilacap, Jateng, beramai-ramai menjadi penderes kelapa atau penyadap air nira. Dari air nira itulah kini mereka mengais nafkah.

Liputan6.com, Cilacap: Hujan lebat di Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah, yang berlangsung selama dua bulan terakhir ini menimbulkan dampak yang tidak kecil. Selain sejumlah prasarana umum rusak, ribuan warga kehilangan lahan tempat mencari nafkah setelah air bah merendam sawah dan ladang milik mereka. Itulah yang kini dirasakan warga Dusun Sidodadi, Desa Tarisi, Kecamatan Wanareja.

Bencana banjir yang setiap tahun melanda itu juga berdampak pada kehidupan warganya. Ketika sawah sudah tak memberi harapan lagi, sebagian penduduk dusun kemudian mencoba mencari kemungkinan lain untuk menutupi kebutuhan dapur. Mereka beramai-ramai beralih profesi menjadi penderes kelapa atau penyadap air nira yang selanjutnya diolah menjadi gula merah.

Alih profesi itu hanya memungkinkan bagi warga yang memiliki kebun. Mereka memanfaatkan pohon kelapa sebagai pilihan mengais nafkah. Begitulah yang dilakukan Yazid. Dengan 10 batang pohon kelapa miliknya, Yazid memanfaatkan air nira dari pohon itu untuk diolah menjadi gula merah. "Biasanya tani. Tapi karena sawah terkena banjir ya terpaksa jadi penderes kelapa. Seminggunya paling 20 kilo," kata Yazid.

Setiap pagi dan sore, Yazid memanjat pohon kelapa di belakang rumahnya untuk sekadar memastikan ada tidaknya tetesan nira. Setelah yakin ada, air nira itu pun dimasukkan ke sebuah bambu. Dalam sepekan, paling tidak Yazid memperoleh 30 liter air nira yang siap diolah di sebuah "pongkor" atau alat pengolah air nira. Setelah diolah, 30 liter air nira itu biasanya akan menjadi sekitar 20 kilogram gula merah. Setelah itu, Yazid menjual gula merah itu ke Pasar Cikawung, Cilacap. Dari jerih-payahnya selama sepekan itu Yazid mengantungi uang sebanyak Rp 60 ribu.

Cerita Yazid yang mencoba bertahan dari himpitan ekonomi setelah musibah banjir juga dialami sekitar 200 kepala keluarga lainnya atau 60 persen dari populasi dusun [baca: Banjir Cilacap Meluas]. Padahal, menurut Timbul Sugito, Kepala Dusun Sidodadi, penghasilan dari menyadap kelapa tidak mencukupi kebutuhan hidup warga. "Untuk kebutuhan makan saja tidak mencukupi. Apalagi untuk membiayai sekolah anak," kata Timbul.

Seperti juga Yazid, warga Dusun Sidodadi menganggap musibah banjirlah yang menjadi penyebab hilangnya sawah dan ladang mereka. Namun orang seperti Yazid ini tidak patah arang karena masih ada pepohonan di sekitarnya yang masih bisa dimanfaatkan untuk mengais nafkah. Mereka berharap ke depan pemerintah benar-benar memperhatikan masalah lingkungan sehingga musibah banjir tidak selalu menghampiri kehidupannya.(DEN/Syaiful Halim dan Satya Pandia)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

    Video Terkini